PENDAHULUAN
Tujuan pendidikan Islam adalah
menciptakan peserta didik yang berkualitas aqidah dan akhlak yang sesuai dengan
Al-Qu’an dan As-Sunah. Belakangan ini banyak sekali permasalahan yang dihadapi
oleh pendidik saat ini. Dalam proses pendidikan saat ini harus dikembalikan
pada al-Quran dan As-Sunah. Banyak sekali para filosof Islam yang memberikan
pendapatnya dan pandangannya mengenai pendidikan Islam.
Potensi peserta didik yang ada
didalam hati,jasmani,dan jiwa harus perlu dituntun sesuai dengan hukum Islam. Tidak
semua peserta didik memiliki daya piker jasmani dan rohani yang sama,sehingga
para filosof memberikan ide-idenya. Dengan demikian pemikiran filosof pun dapat
digunakan dalam pendidikan saat ini. Ibnu Sina adalah salah satu tokoh filosof
Islam yang sangat terkenal didunia.
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Singkat
Ibnu Sina
Pada tahun 370 H (980 M), Ibnu sina
dilahirkan di Afsyana,daerah Bukhara atau di Persia. Nama lengkapnya Abu Ali
Al-Husein bin Abdullah Ibnu Sina, orang barat menyebutnya “AVICENNA” , umur 10
tahun ia telah menghafal Al-Quran. Selain terkenal sebagai filosof, juga
dikenal dengan juga dikenal sebagai seorang tabib (dokter) yang ulung. Ilmu
kedokteran dipelajarinya dari Isa bin Yahya seorang Masehi.
Sebelum berumur 16 tahun, ia sudah mahir
dalam ilmu kedokteran, sampai banyak orang berdatangan untuk berguru kepadanya.
Ia tidak hanya menguasai teori kedokteran. Ia tidak pernah bosan membaca buku-buku
filsafat. Dan setiap kali menghadapi kesulitan, ia langsung memohon kepada
tuhan untuk diberi petunjuk. Ternyata permohonannya itu tidak pernah
dikecewakan , sering ia tertidur karena kepayahan membaca.
Pada
usia 17 tahun ia terkenalnya Ibnu Sina
dalam lapangan kedokteran sejak ia menyembuhkan penyakit seorang
penguasa daerah Bukhara yakni Nuh bin Mansyur. Selama hidupnya Ibnu Sina penuh
dengan kesibukan bekerja dan mengarang, penuh pula dengan kesenangan dan
kesulitan, dan boleh jadi keadaan ini telah mengakibatkan ia tertimpa penyakit
dingin (cooling) yang tidak dapat di obati lagi. Pada tahun 428 H (1037 M) ia
meninggal dunia di hamadzan dalam usia 58 tahun.
B. KARYA
IBNU SINA
Meskipun
banyak kesibukan dalam urusan politik, ia berhasil pula mengarang beberapa
buku. Kesuburan hasil karya ini disebabkan karena :
1. Ia pandai mengatur waktu, waktu siang
untuk bekerja di pemerintahan waktu malam untuk mengajar dan mengarang, bahkan
lapangan kesenian pun tidak pula ditinggalkannya.
2. Kecerdasan otak dan kekuatan ingatan. Sering
Ia menulis tanpa memerlukan buku referensi, tidak kurang dari 50 lembar yang
ditulisnya setiap hari.
3. Sebelum ibnu sina, telah hidup al-parabi
yang juga mengarang dan mengulas buku-buku filsafat. Ini berarti bahwa
al-farabi telah meratakan jalan baginya sehingga tidak banyak lagi kesulitan
yang harus dihadapinya.
Buku-buku
Ibnu sina dalam lapangan filsafat yang terkenal antara lain ialah:
ü As-Shifa
ü An-Najah
ü Al-Isharat
ü Al-Hikmah dan
ü Al-Qonun
a. Asy-Syifa,.
Buku ini terdiri atas empat bagian, pentingn yaitu logika, fisika, matematika dan
metafisika (ketuhanan). Beberapa naskah buku ini tersebar diberbagai
perpustakaan barat dan timur.
b. An-
Najat yang merupakan ringkasan buku Asy-
Syifa . Buku ini telah diterbitkan
bersama-sama dengan buku Al-Qanun, mengenai ilmu kedokteran, pada tahun 1593 M
di Roma dan pada tahun 1331 di Mesir.
c. Al-Isyarah,
buku inni terakhir dan yang paling baik. Pernah diterbitkan di Leiden pada tahu
1892, dan sebagian diterjemahkan kedalam bahasa perancis. Kemudian diterbitkan
lagi di Kairo pada tahun 1947 di bawah pengawasan Dr. Sulaiman Dunia.
d. Al-Qanun
orang barat menyebutnya “Canon of
Medicine” yang pernah diterjemahkan kedalam bahasa latin dan pernah menjadi
buku standar untuk unversitas-universitas di eropa sampai akhir abad ke 17 M.
Buku ini pernah diterbitkan di Roma pada tahun 1593 M dan di India pada tahun
1323 H.
Risalah-risalah lainnya kebanyakan dalam
lapangan filsafat, etika, logika, dan psikologi.
C. HASIL PEMIKIRAN IBNU SINA
Menurut ibnu sina, tiap-tiap al-aql
itu menyebabkan timbulnya tiga keadaan, yaitu selain dengan akal yang
berikutnya juga mengeluarkan jirim langit dan planetnya serta jiwa langit dan
planetnya. Menurut Ibnu Sina, falak itu mempunyai jiwa (nafs), dan jiwa itulah
yang menggerakan falak secara langsung, sedangkan al-aql menggerakan falak itu
hanya dari jauh. Al-aql itu sendiri tetap (permanen) sebab dia terasing
(mufariq) dari benda falaq. Sebaliknya jika nafs berhubungan langsung dengan
benda falak. Selanjutnya menurut Ibnu sina, pada al-aql itu ada suatu hal yang
dinamakan al-khair (kebaikan), dan al-khaair inilah yang menjadi tujuan falak
untuk mencapai kesempurnaan dirinya.
Menurut Ibnu sina selanjutnya,
kesempurnaan wujud itu adalah kesempurnaan yang ada pada al-khair. Sedangkan
al-khair tidak terdapat dalam jirmul falakil aqsha. Maddah (benda) itu
senantiasa rindu (isyk) kepada jiwa (shurah). Dan rindu itulah yang menyebabkan
terjadinya bermacam peristiwa dan berlangsungnya suatu hal.
Shurah (jiwa) yang dirindukan oleh
maddah itu oleh Ibnu Sina digambarkan sebagai topeng yang sangat indah. Dan
karena tertarik oleh keindahan topeng itulah tiap-tiap maddah senantiasa rindu
kepada shurah. Karena adannya isyq (rindu) diantara maddah dan shurah itulah maka kita semua yang ada dalam alam
ini selalu mempunyai keinginan untuk mencapai zat yang tertinggi (
al-jawahirul-alwiyah).
Pemikiran terpenting yang
dihasilkan Ibnu Sina ialah falsafahnya tentang jiwa. Sebagai Al-Farabi ia menganut
paham pancaran. Dari Tuhan memancar akal pertama, dan memancar akal kedua dan langit kedua demikian
seterusnya hingga akal kesepuluh dan bumi. Akal pertama adalah malaikat
tertinggi dan akal kesepuluh adalah Jibril. Ibnu Sina berpendapat bahwa akal
pertama mempunyai dua sifat, sifat wajib wujudnya sebagai pancaran dari allah,
dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakekat dirinya.
Dengan demikian ia mempunyai tiga
obyek pemikiran: tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai
mungkin wujudnya. Dari pemikiran tentang tuhan timbul akal-akal, dari pemikiran
tentang dirinya sebagai wajib wujudnya timbul jiwa-jiwa dari pemikiran tentang
dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul langit-langit.
Jiwa manusia, sebagai jiwa-jiwa
lain dan segala apa yang terdapat dibawah bulan, memancar dari akal kesepuluh.
Sebagai Aristoteles Ibnu Sina membagi jiwa dalam tiga bagian:
1. Jiwa tumbuh-tumbuhan dengan daya-daya:
-
Makan
(nutrition)
-
Tumbuh
(growth)
-
Berkembang
biak (reproduction)
2. Jiwa binatang dengan daya-daya
-
Gerak
(locomotion)
-
Menangkap
(perception)
Dengan dua
bagian menangkap dari luar dengan pancaindra dan menangkap dari dalam dengan
indra-indra dalam.
3. Jiwa manusia dengan dua daya:
-
Praktis
(practical) yang hubungannya dengan badan
-
Teoritis
(theoretical) yang hubungannya adalah dengan hal-hal abstrak
Menurut
pendapat ibnu sina jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan
mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali
ada badan, yang sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir didunia ini. Sesungguhnya
jiwa manusia tak mempunyai fungsi-fungsi fisik, dan dengan demikian pada
permulaan wujudnya badanlah yang menolong jiwa manusia untuk dapat berfikir.
Pancaindra dan daya–daya batin dari jiwa binatanglah seperti indra bersama
,estimasi dan rekoleksi yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh konsep dan
ide-ide dari alam sekelilingnya.
Ibnu
Sina telah mengatakan bahwa jiwa manusia jika memikirkan sesuatu maka ia
memikirkan hal itu dalam hubungannya dengan akal fa’al, dan ini benar. Mereka
mengatakan hubungannya dengan akal fa’al
ini ialah karena ia harus menjadi
akal fa’al itu sendiri, karena ia menjadi akal mustafad. Sedangkan akal fa’al
itu sendiri berhubungan dengan jiwa
sehingga ia menjadi akal mustafad.
Ibnu
Sina menambahkan lagi sesungguhnya orang yang mengatakan bahwa sesuatu tidak
bias menjadi sesuatu yang lain, baik dengan jalan perubahan dari satu ke
kondisi lain, maupun melalui jalur
komposisi dengan sesuatu lain untuk menjadi sesuatu yang ketiga, bahkan
ia sebagai sesuatu yang lain sehingga berubah menjadi satu bentuk lain, adanya pernyataan emosional
yang tidak logis , karena jika masing-masing dari dua perkara itu ada maka ada
dua hal yang berbeda , tetapi jika salah satunya tidak ada maka yang ada itu
gugur.
Ibnu
Sina menganggap logika sebagai kunci filsafat, yang pencarian pengetahuannya
adalah kunci kebahagiaan manusia. Logika menjalankan fungsi tersebut dengan
membantu menarik konsep-konsep dan penilaian-penilaian yang belum diketahui
dari-konsep-konsep dan penilaian-penilaian yang sudah diketahui sehingga
meningkatkan derajat pengetahuan kita, konsep adalah obyek mental tanpa
penegasan atau negasi, penilaian adalah objek mental dengan penegasan atau
negasi. Logika melakukan hal ini dengan bertindak sebagai perangkat aturan atau
kaidah untuk membedakan abash atau tidaknya frasa-frasa penjelas yang
mewujudkan konsep-konsep serta merupakan instrument untuk bergerak dari
konsep-konsep yang dikenal ke konsep-konsep yang tak di kenal, maupun
bukti-bukti yang mewujudkan penilaian-penilaian , dan alat untuk bergerak dari
penilaian – penilaian yang diketahui. Sebab yang abash membawa kepada kepastian
dan yang tidak abash kepada kepalsuan (kekeliruan). Pengetahuan hanya dapat
dicapai melalui penggunaan logika, kecuali jika pada kesempatan yang langka,
tuhan memberikan pengetahuan ini tanpa usaha manusia.
Pemikiran
ibnu sina dalam bidang pendidikan antara lain berkenaan dengan lima aspek
pendidikan yaitu tujuan pendidikan, kurikulum, metode pengajaran, guru dan
pelaksanaan hukuman dalam pendidikan.
Pentingnya pendidikan akhlak adalah
untuk membimbing para peserta didik dalam pendidikan Islam, pendidikan akhlak memang menjadi
prioritas penting. Bahkan akhlak mulia menjadi salah satu indikator penting.
Namun dalam pelaksanaan pendidikan akhlak, tampaknya belum ditemukan yang tepat
dan jelas. Padahal persoalan akhlak menjadi masalah utama yang terjadi. Oleh
karena itu para pendidik harus memperhatikan system yang dilakukan.
Kedua, pendidikan al-Qur'an sebagai model. Ibn Sina yang sering
dikenal dunia internasional sebagai ahli di bidang kedokteran dan filosof,
ternyata memahami benar tentang al-Qur'an. Bahkan di usia yang masih muda,
sekitar 10 tahun, ia telah menghafal seluruh al-Qur'an. Itu artinya al-Qur'an
sangat menentukan keberhasilan Ibn Sina sebagai seorang ilmuan, dan menawarkan
pentingnya mempelajari al-Qur'an yang dimulai sejak kecil.
Ketiga, pendidikan yang berorientasi kepada jiwa (al-nafs). Salah
satu pemikiran penting Ibn Sina dalam filsafat adalah konsep jiwa. Jika
ditelusuri pemikiran pendidikan Islam Ibn Sina nampaknya akan diarahkan kepada
pengembangan potensi anak didik sehingga memiliki tingkat jiwa yang tertinggi,
yaitu al-aql al-mustafad. Memahami bahwa konsep jiwa yang ditawarkannya telah
mencakup kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual sebagaimana yang
dikenal dewasa ini, bahkan melebihi dari konsep itu.
Oleh karena itu, pendidikan harus berorientasi kepada kecerdasan
jiwa tersebut. Dengan jiwa yang suci,akan memudahkan anak didik menguasai
berbagai ilmu yang dipelajarinya serta mudah pula membina
kepribadiannya.Pendidikan yang berorientasi kepada jiwa (al-nafs) dapat mencerdaskan
peserta didik dan membentuk kepribadian yang berakhlak mulia.
Pemikiran lain dari Ibnu Sina ini adalah”Pendidikan tidak boleh
mengabaikan perkembangan fisik dan apapun yang memiliki pengaruh terhadap
perkembangan fisik seperti olahraga, makanan, minuman, tidur, dan
kebersihan,” tutur Ibnu Sina,
Dalam pandangan Ibnu Sina, pendidikan tak hanya
memperhatikan aspek moral, namun juga membentuk individu yang menyeluruh
termasuk, jiwa, pikiran dan karakter. Menurutnya, pendidikan sangat
penting diberikan kepada anak-anak untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi
masa dewasa.
- Masa Baru Lahir hingga umur dua tahun : dalam pandangan Ibnu Sina, pendidikan harus dilakukan sejak dini, yakni sejak seseorang terlahir ke muka bumi. Pendidikan bagi bayi yang baru lahir, kata dia, bisa diberikan melalui berbagai tahapan kegiatan mengasuh bayi seperti menidurkan, memandikan, menyusui, dan memberikan latihan-latihan ringan bagi bayi.
Menurutnya, bayi harus ditidurkan di ruang yang suhunya
sejuk; tidak terlalu dingin dan terlalu panas. Ruang tidur bayi juga harus
remang-remang, jangan terlalu terang. Menurut dia, sang ibu harus memandikan
bayinya lebih dari satu kali dalam sehari, dia juga harus menyusui anaknya
sendiri, dan menentukan takaran menyusui yang dibutuhkan bayi.
Ketika bayi sudah memiliki gigi, maka mulai
diperkenalkan dengan memakan makanan baru yang lebih kuat dari pada ASI. Bayi
bisa memakan roti yang dicelupkan dengan air minum, susu, maupun madu. Lalu
makanan tersebut diberikan kepada bayi dalam jumlah kecil dan sedikit demi
sedikit dia disapih. Sebab penghentian pemberian ASI tidak bisa dilakukan
secara drastis.
- Masa kanak-kanak: Menurut Ibnu
Sina, masa kanak-kanak merupakan saat pembentukan fisik, mental, dan moral.
Oleh karena itu terdapat tiga hal yang harus diperhatikan: Pertama, anak-anak
harus dijauhkan dari pengaruh kekerasan yang bisa mempengaruhi jiwa dan
moralnya. Kedua, untuk perkembangan tubuh dan gerakannya, anak-anak harus
dibangunkan dari tidur.
- Masa
Pendidikan: Pada masa ini, anak-anak sudah
berusia antara 6 hingga 14 tahun. Pada masa ini, anak-anak harus mempelajari
prinsip kebudayaan Islam dari Alquran, puisi-puisi Arab, kaligrafi, juga para
pemimpin Islam.
Menurut Ibnu
Sina, pendidikan pada masa ini harus dilakukan dalam kelompok-kelompok, bukan
perseorangan. Sehingga siswa tidak merasa bosan. Selain itu, mereka bisa
belajar mengenai arti persahabatan.
- Masa
usia 14 tahun ke atas: Pada masa remaja ini,
mereka dipersiapkan untuk mempelajari tipe pelajaran tertentu supaya memiliki keahlian
khusus. Selain itu, mereka harus mempelajari pelajaran yang sesuai dengan bakat
mereka. Mereka juga tidak boleh dipaksa untuk mempelajari dan bekerja di bidang
yang tidak mereka inginkan dan mereka pahami. Namun pelajaran dasar harus
diberikan kepada mereka.
Ibnu Sina menganggap pendidikan pada anak-anak maupun remaja harus
diberikan karena pendidikan itu memiliki hubungan yang erat antara pemenuhan
kebutuhan ekonomi dan sosial. Yang paling penting, setiap pelajar harus menjadi
seorang ahli dalam bidang tertentu yang akan mendukung pekerjaannya di masa
depan.
KESIMPULAN
Pemikiran-pemikiran
Ibn Sina di atas membuktikan bahwa ia adalah seorang tokoh pendidikan Islam, di
samping bidang-bidang lain yang dikuasainya. Oleh karena itu di antara pemikirannya
patut dianalisis dan perlu dijadikan referensi dalam pengembangan pendidikan
Islam saat ini. Dalam hal ini, ada beberapa pemikirannya yang patut dikembangkan
dan dipakai karena dianggap efektif
dengan kondisi pendidikan Islam, khususnya di Indonesia, di antaranya:
pendidikan diselenggarakan berbasis akhlak, pendidikan al-Qur'an harus
diterapkan selain sebagai pedoman hidup juga akan menjadi inspirasi dan
motivasi untuk meraih prestasi, pentingnya penyelenggaraan pendidikan yang
berorientasi kepada pendidikan jiwa (al-tarbiyah al-nafsiyah) yang akan
diharapkan mampu melahirkan peserta didik yang cerdas, beriman dan berakhlak
mulia. Selain itu terdidik sejak kecil juga perlu namanya pendidikan. Mulai
dari lahir hingga dewasa.
Daftar pustaka
Mukti, Zaitun.1995.Islam dan Dorongan
Berfilsafat.Bandar Lampung.Gunung Pesagi
Abuddin nata,2001. Pemikiran para tokoh pendidikan
Islam, Jakarta,Raja Grafindo Persada
Zainal Abidin Ahmad.1974.Ibnu Sina Sarjana Filosoof
Besar Dunia.Jakarta,Bulan Bintang
Ibrahim Madkour. 1993.Filsafat
Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
M Arifin.1994. Filsafat Pendidikan
Islam.Bumi Aksara. Jakarta
http://tanbihun.com/pendidikan/metode-pendidikan-dalam-pandangan-tiga-ilmuwan-islam/
diunduh tanggal 14-03-2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar